Rabu, 30 Mei 2012

Hak Penyandang Disabilitas Dalam Pemilu

Pemilihan Umum adalah salah satu momen paling penting dalam kehidupan demokrasi. Pemilu adalah saat dimana seorang warga negara (yang dianggap dewasa dan mampu bertanggung jawab) dapat mengekspresikan salah satu haknya yang paling fundamental, yaitu hak untuk memilih dan dipilih. Ini adalah saat dimana semua orang memiliki kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan publik pemerintahannya dengan cara memilih orang-orang yang dianggap dapat mewakili kepentingan sang warga negara dalam proses pengambilan keputusan. Pemilu demikian pentingnya, sehingga tanpanya demokrasi dapat dipastikan akan mati.

Itulah sebabnya hak untuk memilih dan dipilih – di negara mana pun yang menganggap dirinya sebagai demokrasi – adalah salah satu hak paling dasar yang diberikan oleh negara kepada warganya. Hak ini adalah hak yang melekat kepada kewarganegaraan seseorang. Bahkan, karena begitu tak terpisahkannya antara konsep kewarganegaraan dan hak memilih-dipilih, bisa dikatakan bahwa konsep kewarganegaraan dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk memilih dan dipilih di dalam pemilu.

Hak memilih-dipilih juga merupakan bagian dari hak asasi manusia. Ini dianggap sebagai bagian dari hak untuk berekspresi dan berpendapat, dan juga hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Dalam Deklarasi Universal HAM, hak ini dilindungi dalam pasal 18, 19 dan 21. Sedangkan dalam Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, hak ini dilindungi oleh pasal 18, 19 dan 25. Kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak-hak ini dibebankan kepada negara, dan perlindungan harus diberikan kepada semua orang tanpa terkecuali. Indonesia adala pihak penandatangan Deklarasi HAM, dan telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, dengan demikian Indonesia pun memiliki kewajiban ini.

Hanya saja, dalam prakteknya, ada kelompok-kelompok warga negara yang hak untuk memilih-dipilihnya terabaikan dan tidak terpenuhi. Hal ini bisa terjadi karena berbagai hal, seperti misalnya diskriminasi rasial, religius, kultural, ekonomi dan lain-lain. Salah satunya adalah orang-orang penyandang disabilitas.

Hak penyandang disabilitas untuk bisa berpartisipasi dalam pemilu sebenarnya telah dilindungi oleh berbagai kovenan hukum internasional. Selain pasal-pasal yang telah disebut di atas, para penyandang disabilitas juga dilindungi oleh Konvensi Mengenai Hak-hak Para Penyandang Disabilitas (2006). Pasal 29 dalam konvensi ini mengatur perlindungan atas hak untuk memilih-dipilih. Pasal 29 juga mengatur agar negara mengambil kebijakan-kebijakan untuk memastikan para penyandang disabilitas bisa memenuhi haknya tanpa menemui hambatan. Indonesia telah meratifikasi konvensi ini tahun 2011 yang lalu, sehingga pemerintah kita pun terikat pada kewajiban ini.

Sebenarnya sebelum Indonesia meratifikasi konvensi tersebut, panitia pemilu (dalam hal ini KPU), baik lokal maupun nasional telah mengeluarkan sejumlah peraturan teknis tertentu yang tujuannya untuk memastikan pemilu dapat diakses oleh para penyandang disabilitas. Contoh peraturan seperti itu misalnya peraturan yang mengharuskan agar pintu masuk TPS harus minimal selebar 90cm dengan tujuan agar pengguna kursi roda bisa memasuki TPS. TPS juga tidak boleh diletakkan di tempat yang berbatu-batu, berumput tebal, atau menaiki tangga dan sebagainya agar dapat diakses dengan mudah oleh pengguna kursi roda. Ada juga peraturan yang membolehkan orang-orang dengan hambatan fisik untuk meminta bantuan seorang asisten pada saat hendak memilih di bilik suara. Semua peraturan ini memang ditujukan untuk menjamin hak memilih-dipilih para penyandang disabilitas tidak terganggu.

Hanya saja, masih banyak hal yang bisa dibenahi agar penyelenggaraan pemilu dapat menjadi semakin ramah bagi para penyandang disabilitas. Misalnya, dalam penyusunan daftar pemilih, KPU perlu mengumpulkan data penyandang disabilitas secara seakurat mungkin, dengan menyebutkan lokasi tempat mereka akan memilih dan jenis disabilitas yang mereka sandang, sehingga dapat memudahkan Panitia Pemungutan Suara setempat untuk mengambil langkah-langkah antisipasi.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya dilakukan adalah melakukan sosialisasi tentang pemilu yang bertopik khusus tentang para penyandang disabilitas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seringkali hambatan utama para penyandang disabilitas untuk mewujudkan hak politiknya dalam pemilu berasal dari lingkungan terdekat sendiri, misalnya keluarga. Kadang-kadang justru para anggota keluarga sendiri yang menghalangi para penyandang disabilitas untuk memilih dalam pemilu karena berbagai alasan, misalnya malu atau semata-mata tidak sadar bahwa penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya. Itulah sebabnya perlu dilakukan kampanye pendidikan publik untuk mengatasi masalah ini.

Isu hambatan pemenuhan hak politik penyandang disabilitas adalah isu yang penting untuk ditangani segera. Pertama, tentu saja karena ini merupakan salah satu hak asasi manusia yang penting. Kedua, karena diharapkan melalui pemenuhan akses atas pemilu bagi para penyandang disabilitas, maka bisa mulai menggulirkan diskusi tentang masih kurang terpenuhinya hak-hak para penyandang disabilitas dalam berbagai segi kehidupan lainnya. Ini bisa dianggap sebagai langkah pertama dari serangkaian langkah panjang lainnya dalam rangka mencapai kesetaraan dan kesederajatan para penyandang disabilitas sebagai warga negara yang bermartabat dan utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar