Rabu, 30 Mei 2012

Hak Asasi Manusia Bagi Penyandang Disabilitas

Saya selama ini berpikir telah memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai isu-isu hak asasi manusia. Saya mengambil kuliah master mengenai hak asasi manusia, dan begitu lulus, saya merasa seolah-olah saya telah memiliki izin resmi untuk berbicara (dengan tingkat kepercayaan diri tertentu) tentang isu-isu HAM.

Betapa kelirunya saya!

Tiga minggu belakangan ini saya tiba-tiba disentakkan pada kesadaran bahwa saya sebenarnya buta. Bukan sekedar buta, karena saya  sebenarnya bisa melihat, tapi saya tidak menyadari apa yang saya lihat. Saya melihat dan melaluinya setiap hari tapi saya tidak sadar bahwa banyak hal yang saya lihat dan lalui tersebut sebenarnya adalah berbagai permasalahan HAM yang serius dan mempengaruhi kehidupan banyak orang yang sebenarnya hidup di sekitarku sendiri.

Kesadaran ini saya dapat sejak mulai bekerja dengan kawan-kawan penyandang disabilitas. Cerita-cerita mereka membuat saya merasa malu karena kekurang-tahuan dan ketidakpedulian saya selama ini tentang isu-isu hak penyandang disabilitas. Pada saat yang bersamaan, semakin banyak saya mendengarkan, semakin saya mengagumi kekuatan mental, kegigihan dan daya juang mereka yang luar biasa.

Salah satu hal pertama yang saya pelajari adalah bahwa disabilitas tidak hanya sekedar memiliki makna medis, melainkan juga sosial. Sebagai istilah medis, disabilitas berarti ketidaklengkapan fungsi tubuh, misalnya bila tubuh tidak mampu menjalankan fungsi tubuhnya untuk berjalan, maka orang tersebut dikategorikan sebagai tunadaksa. Bila ia tidak mampu melihat, maka ia dianggap sebagai tunanetra, dan seterusnya.

Pengkategorian disabilitas sebagai istilah medis tentu saja penting, namun tidak kalah pentingnya adalah disabilitas sebagai sebuah isu sosial. Sebagai isu sosial, disabilitas berarti hambatan yang dialami oleh seseorang untuk memenuhi fungsi sosial dirinya yang sewajarnya. Hambatan ini tidak semata-mata muncul sebagai akibat kondisi fisik orang tersebut, melainkan juga sebagai akibat kondisi sosial. Disabilitas seorang penyandang tunanetra, misalnya, tidak hanya terjadi akibat ia tidak bisa melihat, namun juga ketika ia tidak bisa menemukan pekerjaan yang layak sebagai akibat kondisinya yang tidak bisa melihat tersebut. Disabilitas seorang tunadaksa terjadi bukan hanya ketika ia kehilangan kemampuan untuk berjalan, melainkan juga ketika ia tidak bisa melakukan perjalanan keluar rumah karena tidak ada fasilitas yang memampukan ia untuk melakukan perjalanan. Disabilitas terjadi ketika si penyandang disabilitas berupaya untuk memenuhi fungsi-fungsi sosial wajarnya, namun tidak bisa karena tiadanya alat-alat yang memampukan dia untuk itu.

Itulah sebabnya dalam isu disabilitas, penyediaan sarana dan prasana menjadi sangat penting. Hanya dengan itulah maka si penyandang disabilitas dapat mengatasi hambatan fisiknya dan berfungsi dengan wajar dan bermartabat. Masalah muncul ketika sarana dan prasarana ini tidak tersedia. Bila ini terjadi, maka sebenarnya hak asasi manusia para penyandang disabilitas untuk memiliki kehidupan yang bermartabat telah terlanggar.

Inilah yang kerap terjadi di depan mata kita, hanya saja kita (mereka yang bukan penyandang disabilitas) tidak menyadarinya, atau kadang kita menyadarinya namun memilih untuk bersikap tidak acuh. Dari mulai hal yang sederhana saja, seperti sedikitnya akses ke trotoar yang lebar dan mudah dilewati oleh para pengguna kursi roda. Juga tidak disediakannya penerjemah bahasa isyarat untuk tayangan-tayangan berita televisi. Kadang masalahnya bisa sangat serius seperti misalnya diskriminasi dalam pemberian pelayanan publik seperti yang dialami oleh teman saya Ridwan ketika hendak melakukan penerbangan dengan Lion Air. Tidak kalah seriusnya adalah isu tidak terpenuhinya hak memilih-dipilih penyandang disabilitas dalam pemilu.

Para penyandang disabilitas, secara umum, adalah termasuk keseluruhan umat manusia yang hak asasi manusianya terlindungi dalam berbagai deklarasi HAM, kovenan dan perjanjian HAM. Hak mereka dilindungi secara spesifik oleh Konvensi Hak Para Penyandang Disabilitas yang diadopsi PBB pada tahun 2006, dan diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2011. Konvensi ini mengenali pentingnya untuk memberikan perlindungan yang spesifik bagi para penyandang disabilitas mengingat hambatan dan tantangan bersifat khusus yang mereka hadapi sehari-hari. Tujuannya adalah mengatasi hambatan-hambatan ini dengan mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan agar para penyandang disabilitas dapat memiliki hidup yang bermartabat sebagaimana orang-orang lain.

Tentu saja konvensi itu, dan ratifikasinya oleh Indonesia, masih merupakan langkah awal sebelum hak-hak para penyandang disabilitas bisa sepenuhnya terwujud di Indonesia. Langkah lain yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pengarus-utamaan (mainstreaming) isu-isu yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam kesadaran publik. Dengan cara inilah diharapkan agar publik sendiri pun bisa ikut mendorong pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya menjamin pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Sebagai penutup saya hendak mengutip salah satu bagian dari Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas, dari bagian Mukadimah, yang berbunyi demikian (saya berusaha sebaik-baiknya menerjermahkan paragraf tersebut tepat di bawahnya):

Recognizing the valued existing and potential contributions made by persons with disabilities to the overall well-being and diversity of their communities, and that the promotion of the full enjoyment by persons with disabilities of their human rights and fundamental freedoms and of full participation by persons with disabilities will result in their enhanced sense of belonging and in significant advances in the human, social and economic development of society and the eradication of poverty,

"Mengenali keberadaan yang berharga dan kontribusi potensial yang bisa diberikan oleh para penyandang disabilitas terhadap kesejahteraan umum dan keberagaman komunitas mereka, dan bahwa pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas dan kebebasan fundamental mereka serta partisipasi penuh para penyandang disabilitas akan memperkuat rasa kepemilikan mereka dan mendorong kemajuan-kemajuan signifikan dalam pembangunan kemanusiaan, sosial dan ekonomi masyarakat dan penghapusan kemiskinan."

Ya. Pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi kemajuan masyarakat secara keseluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar