Minggu, 13 Mei 2012

Sudah Demokratiskah Indonesia?

Membaca berita-berita tentang pelarangan diskusi buku Irshad Manji di UGM membuatku bertanya-tanya tentang kondisi demokrasi di Indonesia. Indonesia selama ini membanggakan dirinya sebagai sebuah negara demokrasi, namun berbagai kejadian akhir-akhir ini membuatku mempertanyakan tentang esensi demokrasi di Indonesia.

Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan. Definisi tentang demokrasi yang paling melekat di kepalaku adalah definisi yang dahulu kudapat di bangku sekolah pada jaman Orde Baru. Definisi itu adalah demokrasi sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Belakangan aku baru tahu bahwa kata-kata itu diucapkan oleh Abraham Lincoln, tapi hingga sekarang ini adalah kata-kata yang pertama kali kuingat kalau bicara tentang demokrasi.

Kata 'demokrasi' sendiri, secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani yang artinya 'kekuasaan rakyat', atau 'kedaulatan rakyat'. Ada sebuah frase berbahasa latin yang juga berhubungan dengan ini, “Vox Populi Vox Dei” (suara rakyat, suara Tuhan). Demokrasi mendasarkan legitimasinya kepada mandat yang diberikan oleh rakyat. Keinginan rakyatlah yang menentukan ke arah mana kebijakan publik akan dijalankan. Dalam pemerintahan demokratis, suara rakyat adalah absolut, sehingga ia seolah-olah menjadi suara Tuhan.

Rakyat adalah keseluruhan warga yang tinggal di suatu unit politik tertentu. Permasalahannya adalah suara rakyat tidak pernah satu Dalam suatu masyarakat yang besar dan beragam, maka sulit sekali untuk membuat seluruh warga untuk bersepakat dalam hal apa pun. Inilah yang menyebabkan sistem demokrasi yang murni menjadi sulit untuk terwujud. Demokrasi pun berubah pengertiannya menjadi bukan lagi pemerintahan oleh rakyat, tetapi lebih tepatnya sebagai sebuah sistem pemerintahan oleh mayoritas.

Tentu saja pemerintahan oleh mayoritas rakyat pun secara praktis tetap tidak memungkinkan. Itulah sebabnya diciptakan mekanisme perwakilan, dimana rakyat bisa memilih wakil-wakil untuk memerintah atas nama mereka. Oleh karena itu mungkin definisi demokrasi yang cukup tepat adalah pemerintahan oleh mayoritas melalui perwakilan-pewakilan.

Bila kita melihat definisi demokrasi yang sedemikian, maka tampaknya Indonesia sudah menjadi negara yang cukup demokratis. Kita punya parlemen yang berfungsi untuk menjadi penyeimbang dan pengecek kekuasaan presiden. Kita punya lembaga kehakiman yang bisa berfungsi menjadi penengah bila terjadi konflik antara lembaga eksekutif dan legislatif. Kita juga punya pemilu, yang fungsinya tidak hanya untuk memastikan terjadinya rotasi kekuasaan, melainkan juga untuk memastikan bahwa suara mayoritas akan menjadi penentu utama pertimbangan kebijakan-kebijakan publik.

Kita tidak hanya memiliki institusi-institusi resmi yang demokratis. Kita juga mengenali model-model penyampaian pendapat di luar jalur resmi, misalkan melalui jalur demonstrasi. Demonstrasi diakui dan dilindungi oleh hukum di Indonesia sebagai cara yang sah untuk menyampaikan pendapat. Demonstrasi juga adalah sarana 'unjuk kekuatan', sebuah alat yang kerap dipakai oleh berbagai kelompok 'masyarakat' atau 'rakyat' untuk menahbiskan bahwa opini yang mereka usung sebagai opini 'mayoritas'.

Semua institusi dan alat-alat tersebut adalah alat-alat demokrasi, dan semuanya dapat digunakan untuk memastikan bahwa suara mayoritas akan didengarkan. Semua institusi tersebut berfungsi dan dilindungi di Indonesia. Dengan demikian, tampaknya bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah negara demokratis.

Sayangnya, demokrasi sebenarnya bukanlah melulu mengenai suara mayoritas. Bila benar demokrasi hanya mengikuti suara mayoritas, maka demokrasi menjadi tidak berbeda dengan sistem pemerintahan tirani. Bedanya hanya bahwa dalam demokrasi, tirani dipraktekkan oleh mayoritas. Demokrasi tidaklah seperti ini. Ia memiliki satu nilai esensial lain yang tidak kalah pentingnya dengan pemerintahan melalui suara terbanyak. Apakah nilai esensial itu?

Nilai esensial yang sangat penting bagi demokrasi adalah perlindungan atas hak asasi manusia. Sejarah menunjukkan bahwa demokrasi berkembang berdampingan dengan perkembangan konsep hak asasi-manusia. Kedua konsep itu tidak berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling bertaut dan mempengaruhi pemahaman tentang satu sama lain.

Bila kita melihat sejarah, ada sejumlah gerakan-gerakan sosial yang ikut berpengaruh terhadap baik konsep demokrasi maupun HAM. Gerakan anti perbudakan, misalnya, berhasil memberikan seperangkat hak-hak sipil dan politik yang tadinya hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kulit putih menjadi bisa juga dinikmati oleh orang-orang kulit berwarna. Hak-hak sipil dan politik yang diberikan kepada kaum kulit berwarna antara lain adalah hak untuk memberikan suara dalam pemilu, untuk diangkat sebagai pejabat pemerintahan, untuk mendapatkan pendidikan, dan lain sebagainya. Semua hak ini memungkinkan orang-orang kulit berwarna untuk ikut berpartisipasi dalam sistem yang demokratis. Berbagai gerakan sosial itu berhasil membuat isu HAM menjadi isu yang sentral dalam pemerintahan yang demokratis.

Penting untuk diingat juga bahwa semua gerakan-gerakan sosial itu relatif berhasil mencapai tujuannya karena sistem yang relatif demokratis. Dalam sistem yang demokratis, setiap orang memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya dan tidak perlu takut akan tindak kekerasan dari lawan bicaranya karena ia punya hak untuk dilindungi. Dialog dan perubahan secara relatif damai menjadi mungkin terjadi. Itulah sebabnya demokrasi menjadi alat yang sangat penting bagi perluasan dan penambahan HAM. Juga ini menunjukkan bahwa salah satu karakter demokrasi adalah ia mampu melebarkan sayap perlindungannya terhadap mereka yang sebelumnya tidak terlindungi. Demokrasi adalah sistem yang mampu memberikan suara kepada mereka yang sebelumnya tidak bersuara (to give voice to the voiceless).

Bila melihat demokrasi dari kacamata seperti ini, maka saya harus katakan bahwa Indonesia tampaknya masih belum demokratis. Ketika orang tidak bisa mengutarakan pendapatnya secara bebas tanpa merasa takut, maka itu artinya demokrasi kita belum bekerja secara sepenuhnya. Ketika perlindungan atas hak-hak kita untuk beropini dilecehkan dan diinjak-injak tanpa ada upaya dari negara untuk menjaganya, maka itu artinya demokrasi kita tidak berjalan. Ketika kekerasan masih menjadi cara komunikasi utama dan opini dipaksakan, maka yang kita punya saat ini hanyalah tirani mayoritas.

2 komentar:

  1. Definisi Demokrasi memang diartikan sebagai kebebasan berpendapat, dan lainnya. Namun, menurutku memang perlu menaati kaidah-kaidah/norma atau aturan yang berlaku, dalam artian tidak melanggar norma yang berlaku, baik dari hukum, agama, dan adat istiadat daerah setempat. Itu menurutku ya. Mohon beri komentar di tulisanku yang ini ya Hak Anak Sebagai Amanah Tuhan dan UUD RI

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas Agung. Makasih banyak atas komentarnya.

      Bagi saya keunggulan demokrasi justru adalah kemampuannya untuk melakukan transformasi dan perubahan secara damai dan tanpa kekerasan. Demokrasi memberikan peluang bagi masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan, termasuk pilihan kebudayaan, pilihan nilai dan lain sebagainya. Karena kemampuan memilih ini dimiliki masyarakat, makanya demokrasi mampu menjadi sesuai dengan kekinian. Tapi syarat utama agar ini bisa berlangsung dengan baik tentunya adalah ketiadaan kekerasan dan perlindungan atas kebebasan berpikir dan bersikap. Itulah yang tidak kita punya di Indonesia, dan itulah sebabnya demokrasi kita masih belum berjalan dengan baik.

      Hapus